SECARA akumulatif, perekonomian Kalimantan Utara (Kaltara) pada 2019 diperkirakan akan kembali tumbuh lebih baik dibandingkan tahun lalu dengan range sebesar 7,23 hingga 7,63 persen (yoy). Ini disampaikan Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie sesuai Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Utara Agustus 2019 yang dirilis Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kaltara, belum lama ini.
Disebutkan Irianto, menurut analisis BI, dari dalam negeri peningkatan diperkirakan berasal dari lapangan usaha konstruksi sejalan dengan terus berlanjutnya percepatan pembangunan proyek strategis dan infrastruktur yang dilakukan sepanjang 2019. Salah satu proyek utama di Kaltara yaitu Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Industri Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning. “Perkembangan terakhir, pembebasan lahan telah dilakukan di seluruh area yang harus dibebaskan untuk keperluan pembangunan bendungan PLTA Tahap I yang seluas 200 hektar (ha) lebih dan telah ditetapkannya tenggat waktu untuk dinas dan instansi terkait dalam rangka percepatan pembangunan,” ucap Gubernur.
Pembangunan infrastruktur lainnya yang juga menopang pertumbuhan ekonomi Kaltara, adalah jalan perbatasan yang berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kemenpupera), sepanjang 2019 akan dilakukan pembukaan jalan perbatasan di Kaltara sepanjang 126 kilometer. “Konsumsi swasta juga bakal tumbuh meningkat yang didorong oleh perbaikan ekonomi dan tersedianya lapangan kerja seiring dengan pembangunan proyek strategis di berbagai wilayah di Kaltara,” kata Irianto.
Prediksi lain dari BI, adalah soal inflasi. Diungkapkan Gubernur, BI memperkirakan tingkat inflasi Kaltara pada 2019 berada pada range 2,80 hingga 3,20 persen (yoy) lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. “Meredanya tekanan inflasi Kaltara tahun 2019 diperkirakan bersumber dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Tarif angkutan udara yang telah mengalami peningkatan yang signifikan pada 2018 diperkirakan akan mengalami penurunan seiring dengan adanya berbagai permohonan penurunan tarif oleh masyarakat dan berbagai risiko second layer effect yang harus diantisipasi sebagai dampak dari peningkatan tarif tersebut,” urai Irianto.
Hal ini terlihat pada penurunan tarif batas atas (TBA) yang telah terjadi pada Mei 2019 sebesar 16 persen untuk maskapai full service. Meskipun demikian, terdapat risiko peningkatan inflasi akibat tren penguatan harga minyak mentah dunia yang masih terus terjadi di 2019. Kondisi tersebut dapat berisiko mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga energi nasional yang dapat memberikan dampak kenaikan pada kelompok inflasi lainnya. “Penurunan tekanan pada komoditas pangan strategis diperkirakan akan terjadi pada 2019 seiring dengan stabilnya harga daging ayam ras menjelang momen HBKN 2019, berbeda dengan kondisi pada 2018. Hal ini didorong oleh langkah TPID baik Provinsi Kaltara maupun Kota Tarakan yang semakin baik dan berkoordinasi lebih intens dalam rangka pengendalian harga. Salah satunya, dengan melakukan asesmen kecukupan stok dan operasi pasar yang relatif lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya,” papar Gubernur.
Kedepannya, kata Irianto direncanakan akan dilakukan pengendalian jangka menengah panjang, yaitu dengan pengaktifan kembali Rumah Potong Unggas (RPU) yang dapat menjaga stok komoditas tersebut bahkan menjaga higienitas dan pencatatan yang lebih baik. Termasuk mengurangi masalah fundamental yang terdapat di Tarakan, yaitu biaya sewa lokasi yang mahal. “Berdasarkan asesmen terhadap risiko selama 2019, inflasi Kaltara keseluruhan di 2019 diperkirakan masih berada dalam sasaran target inflasi nasional 2019, yaitu pada kisaran 3,5+1 persen (yoy),” tutup Irianto.(humas)