TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) terus berupaya meminimalisir terjadinya kejadian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di provinsi termuda ini. Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltara, terdapat 109 kejadian karhutla di Kaltara dari Januari – Agustus 2019 dengan total luasan lahan yang terbakar 205,7 hektare yang tersebar di kabupaten/kota se Kaltara. Data ini belum termasuk Kabupaten Malinau, yang hingga saat ini masih dalam proses memberikan laporan terkait penyebaran titik panas (hotspot) yang menyebabkan terjadinya Karhutla.
Kepala BPBD Kaltara H Mohammad Pandi mengungkapkan, meski dengan sarana terbatas pemerintah tetap berupaya melakukan monitoring titik hotspot yang ada di kabupaten/kota. Artinya, komunikasi dengan BPBD kabupaten/kota di Kaltara intens dilakukan guna meminimalisir kejadian Karhutla. “Rinciannya, di Kabupaten Tana Tidung (KTT) itu ada 14 kejadian, sedangkan Nunukan 48 kejadian. Selanjutnya, Kota Tarakan 30 kejadian dan Kabupaten Bulungan 17 kejadian,”urainya saat menjadi narasumber Respons Kaltara (Reskal) edisi 52 di Kedai 99 Tanjung Selor, Selasa (13/08).
Pandi juga menjelaskan, pada 2019 dikhawatirkan akan terjadi siklus perubahan yang terjadi 4 tahun sekali. Ini menjadi atensi Presiden RI Joko Widodo, sehingga pemerintah pada tingkat I (Pemprov) harus merespons ini secara cepat agar kejadian kabut asap pada tahun 2015 lalu tidak terulang. “Apapun api itu segera harus dipadamkan. Karena itu, gubernur mendapatkan instruksi dari presiden RI untuk mengantisipasi ini, sehingga kejadian di 2015 tidak terjadi. Kita di daerah juga terus siapa siaga,” jelasnya.
Potensi kerawanan karhutla itu sendiri diprediksikan pada Bulan Agustus tiap tahunnya. Karena itu, Dinas Kehutanan Kaltara juga melakukan patrol rutin dengan melibatkan aparat kepolisian dan TNI. Sekretaris Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltara Maryanto, yang juga sebagai narasumber mengungkapkan, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menerbitkan surat edaran untuk mengantisipasi kejadian karhutla. “Di mana kita melibatkan seluruh element yang ada,”jelasnya.
Tidak hanya itu, dari data yang telah disebutkan BPBD Kaltara, Maryanto menilai provinsi yang berusia 6 tahun ini bukanlah penyumbang terbesar karhutla. “Jika melihat hotspot kita, cukup relatif kecil,” katanya.
Untuk mengetahui informasi penyebaran hotspot, Dinas Kehutanan pun, kata Maryanto memiliki cara untuk mendeteksi hotspot. Salah satunya dengan menggunakan aplikasi pemantau hotspot yang bisa diakses melalui fitur di gawai android. “Namanya Lapan Fire Hotspot yang dapat diakses melalui Playstore,”ulasnya.
Masyarakat juga, kata Maryanto dapat melaporkan langsung jika menemukan kejadian karhutla. Caranya dengan melaporkannya melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang ada di masing-masing kabupaten/kota.
“Jadi jika ada kejadian, semua ikut terlibat dalam memadamkan api. Juga ada satuan tugas penanggulangan pemadaman hutan dan lahan sudah ada pada level kecamatan. Misalnya masyarakat peduli api, yang diberikan sarana prasarana (sarpras) pemadaman api,”jelasnya. Hingga pada level itu, diharapkan Karhutla di Kaltara tidak terjadi lagi. Di samping itu juga, monitoring dilakukan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat pembukaan lahan dilarang untuk sementara. (humas)