JAKARTA – Progres capaian Rencana Aksi (Renaksi) Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) korupsi di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) terus menunjukkan peningkatan. Terkini, sesuai data Progres Renaksi Korsupgah Nasional hingga 3 November 2019 (pukul 14.59 Wita), Kaltara menempati peringkat 2 dengan capaian tertinggi dari 542 Pemerintah Daerah (Pemda) provinsi/kabupaten/kota se-Indonesia.
Gubernu Kaltara Dr H Irianto Lambrie mengungkapkan, melalui Inspektorat Provinsi telah memberikan data tambahan ke Tim Korsupgah KPK RI. Dari data yang diajukan pada 31 Oktober lalu itu, telah diiverisikasi oleh tim KPK. Dan hasillnya, per tanggal 2 November pencapaian Korsupgah Kaltara telah ditetapkan naik 2 poin menjadi 89, dari sebelumnya 87. “Dengan peningkatan ini, menempatkan Kaltara pada peringkat 2 dari 542 Pemda di Indonesia,” kata Gubernur.
Dikatakan, dengan capaian ini, menunjukkan komitmen Pemprov Kaltara dalam upaya mitigasi pencegahan korupsi pada pengelolaan keuangan negara dan aset daerah. Berdasarkan pantauan dan evaluasi berkala serta terintegrasi secara nasional melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah pada website korsupgah.kpk.go.id, per 3 November 2019, perkembangan pelaksanaan Renaksi Pemprov Kaltara adalah 89 persen berada pada zona hijau (75 hingga 100 persen).
Selain menempati peringkat 2 Pemda secara nasional, Kaltara menjadi satu-satunya provinsi dengan capaian tertinggi. Pemprov terus melakukan perbaikan, dengan tujuan mewujudkan tata kelola pemerintahan dan juga pengelolaan keuangan yang bersih dari korupsi. “Capaian setiap sektor akan terus dipantau dan laporkan secara real time guna peningkatan capaian strategi pencegahan pemberantasan korupsi di Provinsi Kaltara. Capaian ini juga merupakan bukti komitmen dan integritas pemimpin sudah kuat sehingga makin menutup celah korupsi,” kata Irianto lagi.
Untuk diketahui, MCP merupakan aplikasi yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ujung tombak program pemberantasan korupsi terintegrasi, yakni sebagai wadah pelaporan Korsupgah dengan 7 sektor yaitu penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), optimalisasi pendapatan daerah, serta manajemen aset daerah. “Sesuai amanat UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam melaksanakan kewenangannya, KPK melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi pencegahan untuk mengawasi pemerintah daerah. Pemprov Kaltara sendiri, bersama Tim Korsupgah KPK selama ini telah aktif melakukan upaya perbaikan dan pencegahan korupsi di Provinsi Kaltara yang dipantau dan dievaluasi secara berkala dan terintegrasi secara nasional melalui MCP,” urai Irianto.
Salah satu area intervensi yang mengalami peningkatan signifikan dalam progresnya, adalah pelayanan terpadu satu pintu. Pada area intervensi ini, progresnya mencapai 100 persen. Artinya, seluruh renaksi progres pada area intervensi tersebut dinilai tim Korsupgah KPK telah terpenuhi dengan baik. “Dari 11 renaksi pada area PTSP, Pemprov Kaltara berhasil memenuhinya 100 persen,” ungkap Gubernur. Kesebelas renaksi itu, yakni pendelegasian kewenangan, transparansi informasi, pelaksanaan rekomendasi teknis, tracking system, penanganan pengaduan, lokasi dan tempat layanan, ketersediaan aturan, penerapan e-Signature (tandatangan elektronik), pemenuhan kewajiban pemohon perizinan, sistem perizinan online, dan pengendalian dan pengawasan.
Sementara itu, dari 8 area intervensi Korsupgah, Kaltara juga berhasil mencapai progres antara hijau muda hingga hijau tua atau rata-rata progresnya diatas 50 persen hingga 75 persen, dan diatas 75 persen hingga 100 persen. “Area intervensi yang berwarna hijau tua, hingga 3 November 2019 (pukul 15.06 Wita), yakni perencanaan dan penganggaran APBD, PTSP, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, dan manajemen aset daerah. Sedangkan, pengadaan barang dan jasa serta kapabilitas APIP berwarna hijau muda,” jelasnya.
Lebih jauh dikatakan Gubernur, capaian Provinsi Kaltara ini sedianya dapat ditiru pemerintah kabupaten dan kota se-Kaltara. Untuk itu, diharapkan perlunya terbangun komitmen bersama dalam bentuk aksi nyata dari para bupati dan walikota dan jajaran untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi (Tipikor) juga kolusi dan nepotisme.
“Keinginan untuk mencegah dan memberantas Tipikor tak hanya sekedar retorika atau ucapan. Tapi harus diwujudkan dalam aksi nyata, dan dimulai diri masing-masing,” tegas Gubernur.
Fokus selanjutnya, adalah peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik secara berjenjang. Hal ini, ungkap Irianto harus dilakukan mulai dari level pimpinan hingga ke bawahnya. “Selain itu, kita juga harus memberikan fokus perhatian pada upaya mengubah mindset (pola pikir) dan culture set dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai langkah awal akselerasi pembangunan di Kaltara,” urai Irianto.
Diakui Gubernur, Pemerintah Indonesia, khususnya Pemprov Kaltara membutuhkan usaha keras untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tipikor, kolusi dan nepotisme. Termasuk penindakan, pemerintah telah mendirikan berbagai lembaga yang berperan sebagai pencegah dan penindak atas pelaku tipikor. Seperti KPK dan lainnya.
“Dengan kata lain, upaya untuk mencegah tipikor ini sudah dilaksanakan secara terstruktur, sistematis, dan massif,” jelas Gubernur. Di samping itu, pemerintah juga telah membuat cukup banyak regulasi mulai undang-undang hingga peraturan daerah (Perda) yang mengatur soal upaya pencegahan, pemberantasan dan penindakan tipikor. “Sayangnya, meski jumlahnya mencapai ribuan regulasi tapi tetap saja masih ada penyimpangan terjadi. Ini menjadi koreksi bersama, utamanya bagi pelaksana pelayanan publik,” ucap Irianto.
Dalam tatanan otonomi daerah, Gubernur juga perlu memperhatikan beberapa isu krusial yang terkait dengan upaya pencegahan tipikor. Yakni, soal efektivitas pemerintahan, penguatan sumber daya manusia (SDM) pemerintah daerah, efektivitas dan efisiensi kelembagaan pemerintah daerah, peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, akuntabilitas pelayanan publik, serta penguatan pembinaan dan pengawasan.(humas)