TARAKAN, Cerahnews.com – Konflik lahan yang melibatkan sejumlah masyarakat Kelurahan Pantai Amal dengan pihak Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) XIII Tarakan merupakan kasus lama yang hingga saat ini tak kunjung usai. Terhadap kasus ini, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (BADKO HMI Kaltim-tara) menyikapi hal ini secara serius.
Ketua Bidang (Kabid) Agraria dan Kemaritiman Badko HMI Kaltim-Tara, Asriadi, SH menuturkan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh sejumlah warga Pantai Amal merupakan bentuk keresahan dan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang hingga saat ini belum mampu memberikan solusi yang kongkrit.
Dalam kasus tersebut Asriadi mengatakan jika melihat duduk perkara yang ada saat ini, masing-masing pihak masih tetap bersikeras dan mengedepankan ego sehingga kehadiran pemerintah pada kasus ini sangat diperlukan.
“Memang kasus sengketa maupun konflik lahan ini tidak hanya terjadi di Tarakan saja, melainkan hampir disetiap daerah,”paparnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, pria yang akrab disapa Paccik ini mengatakan perlu dilakukan penyelesaian kasus. Mengatasi konflik lahan tentunya harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Asriadi mengungkapkan, dalam Permen tersebut telah mengatur secara gamblang mengenai mekanisme dalam penyelesaian kasus sengketa maupun konflik lahan sehingga ini bisa menjadi bahan referensi untuk pihak yang terkait dalam hal ini masyarakat Pantai Amal dan Lantamal XIII Tarakan, sementara posisi Pemkot Tarakan bisa berperan sebagai mediator.
Sebagai contoh dalam Pasal 4 Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dan konflik lahan dilakukan berdasarkan inisiatif dari pihak kementerian dan pengaduan masyarakat.
Untuk opsi yang pertama, Pasal 5 Kementerian melaksanakan pemantauan untuk mengetahui Sengketa dan Konflik yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu dilakukan secara rutin oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN atau Dirjen terhadap pengaduan atau pemberitaan pada surat kabar terkait Sengketa dan Konflik.
“Kalau kita lihat pasal di atas tentunya Pemerintah khususnya BPN jangan hanya tinggal diam akan kasus ini,” imbuhnya.
Sementara untuk pengaduan masyarakat, Pasal 6 menegaskan Kementerian menerima Pengaduan terkait Sengketa dan Konflik dari masyarakat. Dalam artian masyarakat juga harus terlebih dahulu melakukan pelaporan Kepala Kantor Pertanahan secara tertulis, melalui loket pengaduan, kotak surat atau website Kementerian yang kemudian dibuktikan dengan bukti-bukti otentik sebagai bentuk penguatan dalam menjalani kasus sengketa maupun konflik lahan.
Ia menegaskan jika pada kasus ini pihaknya tidak akan memihak kepada siapapun, mengingat kasus ini merupakan kasus yang telah berlangsung cukup lama. Pihaknya hanya tidak ingin kasus ini berlarut-larut dan tidak mendapatkan kepastian hukum.
“Harapannya kan cepat ditangani, mengingat ini menyangkut kepentingan orang banyak. Disatu sisi Lantamal XIII Tarakan merupakan apratur Negara yang bertugas menjaga kenyamanan dan keamanan,”tambahnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Kota Tarakan, Khairul memberikan dukungan moril serta jaminan bahwa tidak akan ada penggusuran terhadap pemukiman masyarakat Pantai Amal. Asriadi menilai, itu hanya harapan dan solusi yang bersifat jangka pendek.
“Tentunya kita butuh solusi yang bersifat jangka panjang dan kongkrit.” kata Alumni Fakultas Hukum, Universitas Borneo Tarakan ini. (dna)