Cerahnews.com – Nama Basuki Thahaja Purnama alias AHOK terus melejit saat dirinya resmi menjadi orang nomor 1 di DKI Jakarta. Ahok dilantik Presiden Joko Widodo pada rabu 19 November 2014 di Istana Negara sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 yang sebelumnya merupakan wakil gubernur dari Bapak Joko Widodo.
Terlahir di Manggar-Belitung tanggal 29 Juni 1966, berketurunan Tianghoa-Indonesia, Ayah tiga anak ini menghabiskan masa kekanak-kanakannya di desa Gantung, Belitung Timur hingga tamat jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan melanjutkan studinya di Jakarta hingga menyelesaikan strata 1 nya di Universitas Trisakti Jakarta pada tahun 1989.
Dengan gelar Insinyur, Ahok kembali ke kampung halamannya memulai karir berwirausaha, mendirikan sebuah CV dibidang kontraktor pertambangan lalu melanjutkan studi pasca sarjananya di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya dengan gelar Magister Manajemen. Dengan pendidikan, suami dari Veronica Tan ini mengembangkan karirnya.
Tepat ditahun 2004, Mantan Gubernur ini resmi memulai karir politiknya dengan bergabung di Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB), ia diamanahkan menjadi ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung sekaligus wakil rakyat di parlemen kabupaten Belitung 2004. Tahun 2005, pasangan Basuki Thahaja Purnama-Khairul Effendi terpilih menjadi Kepala Daerah kabupaten Belitung Timur dengan raihan suara 37,13 %. Puncak karir politik mantan Bupati Belitung Timur ini sampai pada “kursi 01” Ibu Kota Negara Indonesia setelah Joko Widodo menyatakan mundur untuk bertarung di arena Pemilihan Presiden tahun 2014.
Sejak menahkodai Jakarta, Ahok seringkali menyita perhatian publik. Gaya kepemimpinannya yang tidak lazim dilakukan oleh umumnya Kepala Daerah membuat dirinya banyak mendapat sorot positif maupun negatif. Berani, tegas, gesit, blak-blakan sampai tempramen adalah karakter yang kerap kali ditampilkan dimuka publik. Ahli grafolog, Deborah Dewi menilai bahwa Ahok adalah sosok yang konsisten terhadap hal-hal yang positif dan tidak bisa diajak berkompromi dalam hal yang menurutnya tidak benar. Mantan Gubenur DKI Jakarta ini adalah sosok yang high risk, high profit, tetapi sangat terkendali oleh kesadarannya atas norma. Ketika ada hal yang melanggar norma maka dia berani mengambil resiko, jelas Deborah.
Karakter kepemimpinan Ahok dinilai unik dan bernilai positif bagi banyak kalangan. Berlidah tajam, keturunan cina dan beragama Kristen Protestan di Negara mayoritas Islam, sungguh Ahok adalah politikus yang tidak sesuai dengan profil politikus Indonesia pada umumnya, seperti ditulis majalah bergengsi Amerika Serikat, Foreign Policy (Rabu, 6/1/2018).
Keunikan karakternya menguntungkan Ahok. Hingga tahun 2017, perbedaan-perbedaan yang dilakukannya bertabrakan dengan kelompok Islam garis keras yang semakin kuat di Indonesia.
Ucapan dalam pidato kampanyenya awal dari gejolak pro-kontra tentang dirinya. Tahun 2017, Ahok dihukum karena dianggap menistakan agama Islam lalu kalah dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta dan dijebloskan di penjara. “Dia menjadi simbol paling menonjol dari pluralisme dan agama yang tersudut di Indonesia,” tulis Foreign Policy.
Foreign Policy juga mencatat pemenjaraan Ahok menuai simpati diberbagai belahan dunia. Para pendukungnya di seluruh dunia menggelar acara penyalaan lilin menyatakan duka dan dukungan bagi Ahok. Bahkan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) turut mengutuk keputusan pengadilan terhadap Ahok. “Bukannya berbicara melawan ujaran kebencian oleh para pemimpin demonstrasi, otoritas Indonesia malah memenangkan hasutan terhadap intoleransi dan diskriminasi agama”, demikian pernyataan tiga pakar PBB. Meski begitu, beberapa kalangan di Indonesia masih berharap agar persekusi terhadap Ahok bisa berdampak positif, yakni menggembleng mayoritas kalangan moderat yang memilih diam.
Mengawali pengumuman 100 tokoh pembawa perubahan atau global reThinker 2017, majalah Foreign Policy menuliskan bahwa 2017 adalah tahun perhitungan. Seiring tatanan baru berlangsung, kita dipaksa memikirkan tatanan baru dan menemukan cara untuk menghadapi realitas baru tersebut.
“Tahun ini, Foreign Policy dengan bangga mempersembahkan Global reThinker, para legislator, teknokrat, komedian, pengacara, pengusaha, pembuat film, presiden, provokator, tahanan politik, peneliti, ahli strategi dan para visioner yang bersama-sama menemukan cara menakjubkan, tidak saja memikirkan kembali dunia kita yang aneh, tapi juga membentuknya. Mereka adalah pelaku yang membentuk 2017,” tulis majalah bergengsi Amerika Serikat ini.
Basuki Thahaja Purnama alias Ahok terpilih masuk dalam daftar “100 Global Thinkers” 2017 bersama Presiden Korea Selatan Moon Jae-In, Perdana Menteri Irak Haider Abadi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, juga para aktivis perempuan Arab Saudi.
Majalah Foreign Policy menganggap Ahok yang kini mendekam dalam tahanan, sebagai tokoh yang melawan hantu fundamentalis. (arh)
Sumber : Foreign Policy