TANJUNG SELOR – Hutan mangrove memiliki fungsi penting dalam mencegah kerusakan. Salah satunya adalah mencegah terjadinya abrasi pantai. Hilangnya tanaman mangrove dapat menyebabkan abrasi yang mengakibatkan air laut semakin naik. Atas kondisi ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov), maupun Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara (Kaltara) tidak henti untuk terus melakukan sosialiasi, memberikan arahan dan himbauan mengenai larangan penebangan mangrove di Kaltara.
“Kami meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan mangrove guna menjaga ketersediaan air tawar dan menjaga ekosistem pantai di wilayah Kaltara ini,” kata kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara H Amir Bakrie, belum lama ini.
Amir menjelaskan, penebangan mangrove sudah ada aturan larangan. Yaitu, sesuai pasal 1 4 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, atas perubahan UU Nomor 1 tahun 2014, tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (WP3K). Di mana disebutkan, bahwa terdapat ancaman pidana terhadap penebangan dan perusakan hutan mangrove di pesisir. “Selain itu ditambah dengan pasal 73 ayat 1 huruf B dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2 milar dan paling banyak Rp 10 miliar. Demikian juga pelanggaran terhadap UU 41/1999 tentang kehutanan,” jelas Amir.
Terkait pembangunan jembatan maupun rumah tinggal yang menetap di atas laut, Amir menjelaskan, warga yang membangun di daerah pesisir, wajib memiliki izin lokasi perairan, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Kelautan Perikanan (KP) Nomor 24 tahun 2019 tentang tata cara pemberian izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan di WP3K.
Terkhusus di Pulau Sebatik, Amir menjelaskan, pulai ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT). Sehingga harus ada kesesuaian Rencana Zonasi KSNT yang menjadi kewenangan KKP untuk mengeluarkan izin.
“Kami akan terus memberikan himbauan dan sosialisasi, bahwa itu (menebang mangrove) dilarang. Bagi warga Sebatik, dilarang membangun di wilayah perairan, tanpa ada izin dari Kementerian. Memang ketentuan izin lokasi perairan ini baru dilaksanakan beberapa tahun terakhir ini. Sehingga banyak anggapan masyarakat di Sebatik mereka dari dulu melakukan. Sekali lagi itu dilarang,” ungkapnya.
Ditambahkan Amir, pembangunan rumah maupun jembatan di atas air, khususnya di Sebatik, izinnya semua kewenangan pusat. Ini karena Sebatik merupakan daerah KSNT. “Kalau di luar Sebatik, izin menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Meski demikian tetap sama, tanpa ada izin dilarang membangun di atas lokasi perairan,” tuntas Amir.(humas)