JAKARTA – Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Jakarta kembali melangsungkan Dialog Eklusif, Jumat (04/03/2022). Hal ini sebagai komitmen mereka pada pemberdayaan generasi muda muslim.
Dengan tema “Peran Komunikasi dan Media untuk Kemajuan Islam” menghadirkan Irfan Junaidi, Pimpinan Redaksi Republika dan Jumatno S.T., Pengurus Radio Masjid Agung Sunda Kelapa. Di hadapan pewarta M. Arief Rosyid Hasan, Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) menceritakan mengapa tema tersebut diusung.
“Sesuai komitmen yang terus kita gelar, Masjid harus menjadi masa depan, pusat ekonomi, talenta digital, solusi umat, titik temu, tempat bermain, sekaligus penyebar virus kebaikan dan kebenaran lainnya.” papar Ketum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 2013-2015 tersebut.
Surplus generasi muda berbanding lurus dengan banjir informasi hoax yang menyesatkan dan mengadu domba. Masalah ini besar dan harus dicari solusinya sehingga tidak meluas.
Ia berharap agar kelak masjid dapat menciptakan anak-anak muda dengan berbagai skill. Menurut Arief Rosyid, media sebagai salah satu pilar demokrasi perlu melihat Pemuda dan Masjid sebagai mutiara yang harus dioptimalkan agar memproduksi berita baik dan benar sebanyak-banyaknya.
Sebagai pribadi yang tumbuh dari masjid, ia menyadari bila media punya peran penting dalam membentuk dirinya seperti sekarang. Hal ini lah yang menyemangatinya untuk terus mendorong talenta terbaik tumbuh dari masjid.
“Bisa dibayangkan jika 800.000 Masjid memproduksi konten berita tiap hari oleh generasi muda yang kini mayoritas, jumlah milenial 25,87% atau 70 juta orang dari total populasi penduduk Indonesia,” katanya dengan penuh optimisme.
Baginya, media secara signifikan bisa membantu mendorong kemandirian pemuda yang berbasis pada masjid. Karena ia menyadari masjid sebagai masa depan umat Islam.
Melalui berbagai cara dan kolaborasi lintas generasi, ia menggagas “Satu Masjid, Satu Konten, Satu Hari” untuk menjadikan masjid sebagai masa depan anak muda.
Mengenai komitmen pemuda dalam menjadikan masjid sebagai wahana produktif dan berdaya, Arief Rosyid menyebutkan contoh nyata kehadiran remaja masjid seperti RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa), RICMA (Remaja Islam Masjid Cut Meutia), dan Youth Islamic Study Club (YISC) Al-Azhar, maupun ALIF (Alhamdulillah its Friday) sebagai gerakan kolektif pemuda dalam perayaan hari Jumat di tengah hiruk-pikuk tantangan keumatan dan bangsa.
Hanya saja, komitmen generasi muda untuk produktif di masjid harus diadopsi dan dioptimalkan di berbagai penjuru wilayah agar kebermanfaatannya semakin meluas.
“Komitmen itu ada tapi belum maksimal. Sudah ada di masjid-masjid besar di sini tapi ini masih jadi ‘ombak-ombak’ kecil. Nah, kita berharap ini bisa jadi ‘gelombang’ bahkan kalau bisa jadi ‘tsunami’. Karena tsunami itu dia menggulung banyak anak muda untuk terlibat di dalam situ, dalam arti positif,” ungkap Ketua Departemen Ekonomi Masjid Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut.
Tak lupa ia pun mengingatkan generasi muda agar bersama-sama terlibat dan bersinergi untuk menjadikan masjid sebagai ruang produktif. Ia meyakini bila perubahan tersebut bisa datang lewat kebijakan yang dibuat pemerintah dari hulu ke hilir. Sehingga dapat memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat. (App/Ist)