Cerahnews.com, Jakarta – Perkembangan bisnis diera digital memberikan kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, salah satunya penggunaan moda angkutan umum. Masyarakat kian dimudahkan dengan hadir dan berkembangnya bisnis transportasi berbasis aplikasi. Akses penggunaannya yang online memberikan kemudahan bagi penyedia dan pengguna layanan.
Seiring bertumbuh kembangnya, pemerintah memacu roda, mengejar lajunya perkembangan bisnis transportasi online yang bak jamur dimusim hujan. Ketertinggalan perumusan dan penerapan regulasi dari pemerintah pun tidak dapat dinafikan, seperti halnya peraturan Menteri Perhubungan PM 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Peraturan menteri tersebut rencananya efektif diterapkan awal Februari setelah menerima aksi demonstran dari sejumlah organisasi pengemudi taksi online di Jakarta (29/1/2018).
Terdapat 9 poin sebagai titik fokus dalam Peraturan Menteri 108 tahun 2017 yaitu, agrometer, wilayah operasi, pengaturan tarif, STNK, kuota, domisili TNKB, persyaratan izin, SRUT, dan pengaturan peran aplikator.
Aksi offline serentak dilakukan ribuan pengemudi taksi online. Gabungan beberapa organisasi pengemudi taksi online serentak gelar aksi demonstrasi menuju gedung kementerian perhubungan di Jakarta (29/10). Aksi yang digelar untuk menolak kebijakan Peraturan Menteri nomor 108 tahun 2017.
Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) yang tergabung dalam aksi tersebut menyatakan menolak keras peraturan menteri tersebut. Sebelumnya Aliando beberapa kali mengajukan keberatan dan usulan revisi kepada Menteri Perhubungan namun tidak sesuai dengan harapan. Koordinator Aliando menilai, kebijakan tersebut tidak berpihak tapi justru memberatkan pengemudi taksi online.
“Peraturan itu sangat memberatkan dan mengekang hak kemandirian kami sebagai driver taksi online. Banyak aturan misalnya driver harus SIM A umum, kendaraan dan akun driver harus berbadan hukum, terus harus uji KIR, ditambah lagi harus pasang stiker dimobil,” ujar Babe koordinator Aliando.
“Semua aturan itu butuh dana besar dan perjuangan yang berat,” tambahnya.
Selain Aliando, turut hadir juga Front Driver Online Indonesia (FDOI) dalam aksi penolakan tersebut. Bintang Wahyu Saputra, Ketua Umum FDOI mengatakan seluruh rekan-rekan FDOI turun aksi bersama-sama driver online lainnya. Menurut Bambang, terdapat beberapa poin dalam peraturan itu yang menghilangkan asas keadilan dan objektivitas pemerintah dalam mengambil keputusan terkait jasa taksi online.
Terpisah, dalam suatu diskusi yang digelar Intitute Studi Transportasi di Jakarta (24/1), Agus Pambiago pengamat kebijakan publik mengatakan bahwa pemerintah harus tegas memberlakukan PM 108 tahun 2017.
“Idealnya angkutan umum berbasis aplikasi itu memang diatur dalam undang-undang, tetapi untuk merevisi UU no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan akan memakan waktu yang lama. Maka sebagai wujud kehadiran negara dalam setiap kepentingan publik, maka PM 108 untuk sementara tidak cukup. Perlu komitmen dan ketegasan dalam menerapkannya,” ujar Agus.
Seirama dengan Agus, Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit juga berharap agar pemberlakuan PM 108 tidak ditunda lagi.
Meski telah diresmikan Menteri Perhubungan, pro dan kontra terus mengalir terhadap permenhub ini. Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kemenhub, Syafrin Liputo mengatakan aturan ini telah disosialisasikan selama 2,5 bulan lamanya dan akan diterapkan pertanggal 1 Februari mendatang. Jika dalam penerapannya kemudian, masih ada taksi online yang tidak memenuhi syarat maka akan ditindak tegas.
“Untuk penegakan permenhub ini, kita akan terapkan periode simpatik tanggal 1-15 Februari. Pengemudi yang masih melanggar pada periode itu akan diberikan peringatan terlebih dahulu, selebihnya sudah masuk tindakan pidana ringan dan jika masih berulang-ulang akan ditilang bahkan sampai pencabutan izin surat mengemudinya,” jelas Syafrin dalam sebuah diskusi di Jakarta (26/1). (dna)